Pekanbaru, 6 November 2025 —
Kasus dugaan korupsi kembali mencoreng wajah Pemerintahan Provinsi Riau. Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin, 3 November 2025.
KPK mengungkap bahwa Abdul Wahid diduga memeras anak buahnya hingga mencapai Rp2,25 miliar, dan uang hasil pemerasan itu digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk perjalanan ke luar negeri ke Inggris dan Brasil.
Modus Pemerasan: Minta ‘Jatah Preman’ dari Bawahannya
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa Abdul Wahid mengeruk keuntungan besar melalui pemungutan fee proyek dari enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa Abdul Wahid meminta setoran dari selisih kenaikan anggaran proyek jalan dan jembatan yang meningkat dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
“Setidaknya terjadi tiga kali setoran fee untuk jatah saudara AW,” ungkap Tanak dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (6/11/2025).
Awalnya, para Kepala UPT sepakat memberikan fee sebesar 2,5 persen, namun dalam pertemuan berikutnya disepakati naik menjadi 5 persen dari selisih kenaikan anggaran, atau sekitar Rp7 miliar.
Rincian Setoran Dana
KPK menemukan bahwa uang hasil pemerasan disetor dalam tiga tahap sepanjang tahun 2025:
Juni 2025: terkumpul Rp1,6 miliar, Abdul Wahid menerima sekitar Rp1 miliar.
Agustus 2025: terkumpul Rp1,2 miliar, sebagian uang diterima melalui perantara.
November 2025: terkumpul Rp1,25 miliar, Abdul Wahid menerima Rp450 juta melalui orang lain dan Rp800 juta secara langsung.
“Total penyerahan uang selama Juni–November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” ujar Tanak.
Jejak Plesiran Luar Negeri
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan bahwa uang hasil pemerasan tersebut sebagian digunakan oleh Abdul Wahid untuk bepergian ke luar negeri.
“Salah satu kegiatannya itu adalah pergi lawatan ke luar negeri. Salah satunya ke Inggris, kemudian ke Brasil, dan rencananya terakhir ini mau ke Malaysia,” ujar Asep.
Namun, rencana perjalanan ke Malaysia batal karena Abdul Wahid lebih dulu ditangkap dalam OTT.
Asep menambahkan, dana perjalanan ke luar negeri itu dikumpulkan oleh Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam (DAN), yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
“Uang itu dikumpulkan di saudara DAN. Kalau ada perlu kegiatan apa pun, DAN inilah yang menyiapkan. Salah satunya perjalanan ke London dan Brasil,” jelasnya.
Kronologi OTT dan Penetapan Tersangka
3 November 2025: KPK melakukan OTT terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid dan delapan orang lainnya.
4 November 2025: Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam, menyerahkan diri ke KPK.
5 November 2025: KPK resmi menetapkan tiga tersangka:
Abdul Wahid (AW) – Gubernur Riau
M. Arief Setiawan (MAS) – Kepala Dinas PUPRPKPP Riau
Dani M. Nursalam (DAN) – Tenaga Ahli Gubernur
Ketiganya diduga melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terkait pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Jika terbukti bersalah, Abdul Wahid terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar, serta bisa kehilangan hak politik untuk menduduki jabatan publik.
KPK menegaskan akan menelusuri lebih lanjut aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut.
“Kami akan mendalami pihak-pihak lain yang diduga turut menikmati hasil dari tindakan korupsi ini,” tegas Asep.(suara.com)
Posting Komentar