Jakarta, kabarpersbhayangkara.com — Pemikiran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang definisi sukses sebagai “Mati Masuk Surga” menjadi perbincangan publik. Pandangan tersebut dianggap memiliki makna mendalam dan menandai dimensi spiritual yang kuat dalam menilai keberhasilan seseorang.
Penulis dan pemerhati sosial Jacob Ereste menilai, pernyataan Purbaya bukan sekadar ungkapan religius, tetapi mengandung pesan moral dan filosofis yang menekankan pentingnya perbuatan baik dalam kehidupan. “Makna mati masuk surga menunjukkan bahwa sukses sejati bukan diukur dari kekayaan atau jabatan, melainkan dari amal dan moralitas manusia sebagai makhluk Tuhan,” ujarnya.
Menurut Jacob, gagasan itu selaras dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan Pancasila, terutama sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ia menilai bahwa perilaku koruptif atau penyalahgunaan jabatan adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai tersebut.
“Pejabat publik yang melakukan penyimpangan sebenarnya mengingkari sumpahnya di hadapan Tuhan. Karena itu, bangsa ini harus menegakkan moral dan hukum dengan adil, termasuk pemberlakuan hukuman tegas bagi pelaku korupsi,” ungkapnya.
Jacob juga menyoroti bahwa pandangan spiritual seperti ini penting untuk mengimbangi kecenderungan materialistik dan pragmatis yang kian menguat di masyarakat. “Sukses tidak hanya soal menumpuk harta atau gelar, tapi bagaimana seseorang meninggalkan jejak kebaikan bagi sesama,” tambahnya.
Ia menyebut paradigma “sukses adalah mati masuk surga” hanya dapat dipahami melalui kecerdasan spiritual, bukan semata-mata dari pendekatan intelektual. “Pemahaman spiritual menuntun manusia untuk berbuat baik dan memberi manfaat bagi orang lain,” tulis Jacob dalam refleksinya.
Dalam konteks yang lebih luas, gagasan ini sejalan dengan gerakan moral dan rekonsiliasi bangsa, yang menempatkan etika, moral, dan akhlak mulia sebagai pondasi utama pembangunan manusia Indonesia yang berkarakter.
---
Catatan Redaksi:
Tulisan ini disarikan dari refleksi pemikiran Jacob Ereste dan berbagai sumber terbuka. Redaksi menyajikan secara proporsional sebagai bahan wacana publik, tanpa bermaksud mengarahkan opini terhadap individu atau institusi tertentu
Posting Komentar