Banda Aceh, kabarpersbhayangkara.com - 19 Oktober 2025 — Ketua Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilayah Aceh, Zulfikar ZA, mengecam keras aksi teror yang dialami wartawan asal Subulussalam, Syahbudin Padang. Ia menyebut bahwa tindakan tersebut tidak hanya merupakan ancaman terhadap individu, tetapi juga serangan langsung terhadap kebebasan pers dan nilai demokrasi di Indonesia.
Dalam pernyataannya, Zulfikar menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk pada aksi-aksi premanisme yang menebar ketakutan terhadap wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya.
“Ini adalah bentuk teror yang sangat keji. Wartawan Syahbudin Padang beserta anak dan keluarganya mengalami trauma mendalam akibat ancaman yang diterima. Negara tidak boleh tunduk kepada premanisme, apalagi jika itu dilakukan terhadap insan pers yang bekerja menyampaikan kebenaran,” tegas Zulfikar, Sabtu (19/10).
Menurut informasi yang dihimpun, dugaan sementara mengarah pada kaitan antara teror tersebut dengan aktivitas jurnalistik dan pemberitaan yang dilakukan oleh Syahbudin. Ia dikenal sebagai jurnalis yang vokal, kritis, dan berani mengungkap persoalan publik di wilayah Subulussalam.
Zulfikar menilai bahwa tindakan intimidasi semacam ini merupakan upaya pembungkaman terhadap suara pers, dan bila dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi di tanah air.
“Kami dari GMBI Aceh menyatakan sikap tegas: lawan segala bentuk teror dan intimidasi terhadap wartawan. Hari ini Syahbudin, besok bisa siapa saja. Ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya lagi.
Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk segera bertindak cepat dan profesional dalam mengusut tuntas kasus ini, serta memberikan perlindungan penuh kepada Syahbudin dan keluarganya.
“Jangan sampai negara ini kalah oleh tekanan preman. Wartawan harus dijaga, bukan diteror,” ujar Zulfikar.
Selain itu, GMBI Aceh juga mengajak seluruh organisasi pers, lembaga masyarakat sipil, dan publik luas untuk bersolidaritas melawan segala bentuk ancaman terhadap kebebasan pers.
“Kebebasan pers adalah jantung demokrasi. Jika jurnalis diteror, maka yang diserang adalah hak publik untuk mendapatkan informasi,” tambahnya.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian setempat terkait pelaku maupun motif di balik aksi teror tersebut. Namun, tekanan publik agar kasus ini segera diungkap terus meningkat, seiring seruan dari berbagai elemen masyarakat untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis di lapangan.(tim/red)
Posting Komentar